Tanah yang di berkati

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 02 April 2017

Fleksibilitas Makna Alquran

Pendahuluan
“Quran is Capable of being approach  from a number of different points of view such as theological, philosophical, sociological, grammatical, exegetical, etc”.[1]
Alquran kitab suci yang semestinya berfungsi sebagai pendekatan yang mampu menjawab segala persoalan-persoalan yang kompleks dari titik pandangan yang berbeda-beda pada manusia. Titik-titik yang begitu rumit tersebut akan semakin memperkaya khazanah keilmuwan dan wawasan kandungan di dalamnya  sehingga semakin menegaskan dimensi kemukjizatan alquran sebagai kitab yang mampu “menjawab” segala persoalan-persoalan hidup yang teoritis, ilmiah maupun aplikatif dan tentunya bersifat universal.
Setiap menjawab persoalan yang kompleks itu, seharusnya kaum Muslim membiarkan mukjizat alquran dalam konteks pemahaman yang komperhensif mengalir di dalam pemikirannya seperti mengalirnya air di dalam sebuah teko menuju cangkir atau cawan untuk segera direguk manusia demi menghilangkan rasa hausnya. Ia biarkan mengalir  tanpa sekat-sekat kecenderungan yang membatasinya. Ketika pemikiran itu dibatasi kecenderungan-kecenderungannya yang lebih bersifat subjektif, maka secara eksplisit akan meruntuhkan dimensi universalitas dan sakralitas makna wahyu tersebut.
Dapat diamati hari ini, muncul berbagai fenomena multitafsir satu ayat di dalam Alquran, suburnya perbedaan pendapat dalam menafsirkan satu ayat di dalam alquran. Pengikut Mazhab syiah menafsirkan ayat-ayat alquran dalam versi kepentingan ahlul bayyit sesuai dengan kecenderungan golongannya, kaum salafy menafsirkan alquran dalam versi ulama-ulama salaf yang tentunya sesuai dengan manhaz salaf yang ia yakini kebenarannya, hingga pada akhirnya nilai-nilai kebenaran yang awalnya universal berubah menjadi parsial dan mengalami fragmentasi sesuai dengan kepentingan golongan-golongan yang telah disebutkan di atas.
Hal tersebut menjadi sebuah fenomena yang wajar bahkan merupakan sebuah khazanah di dalam memperkaya penafsiran alquran jika ditinjau dalam konteks ilmu. Namun hal tersebut akan menjadi permasalahan serius jika sikap kaum Muslimin tidak bijaksana di dalam mencermati perbedaan-perbedaan penafsiran alquran tersebut.
Dalam konteks kurun waktu yang berbeda, tentu saja kemutakhiran zaman terjadi dengan perangkat-perangkat di dalam menterjemahkan teori-teori ilmu (lmu agama, sosial, sain dan budaya) yang semakin modern dan canggih pula. Dalam konteks ini, penafsiran yang kontekstual dan aplikatif tentunya diperlukan untuk menjawab segala persoalan-persoalan yang kompleks di dalam multidimensi kehidupan kemanusiaan.
Realitas ini meniscayakan kemungkinan multi makna di dalam penafsiran Alquran semakin besar, timbul makna-makna baru secara teks dan konteks terhadap redaksi Alquran yang di tafsirkan para ulama-ulama kontemporer yang tentunya harus sesuai dengan kaidah-kaidah penafsiran Alquran.
Di dalam makalah ini akan membahas beberapa poin tentang multi makna di dalam alquran,  mencoba menganalisis dan mengambil hikmah mengapa alquran harus menggunakan bahasa Arab di dalam berdialog dengan manusia secara tekstual, dan makna asal, makna yang selalu digunakan serta  kemungkinan terdapatnya makna lain (al-hamlu) di dalam alquran.
























Fleksibilitas Makna Ayat-ayat Alquran

A.  Multi makna (ma’ani al muta’addidah)
Menurut Imam Gazali yang dikutip oleh Zuhri, ada beberapa cara memahami makna Alquran dan mengetahui metodenya. Pertama, meluruskan cara pemahaman dan menerangkan kepadanya agar membaca Alquran dapat mengangkatnya dari martabat binatang ke martabat manusia, bahkan malaikat. Kedua, mengenalkan kepada pembaca Alquran bagaimana menghilangkan berbagai macam kendala. Ketiga, memperbaiki sikap prilaku sehingga menjadi prilaku yang benar. Keempat, melakukan latihan ilmiah dengan tekun dan dengan memaparkan contoh-contoh, serta membuat perumpamaan bagaimana memikirkan hakikat makna ayat dan kenyataan.[2] Kemungkinan untuk berbeda di dalam berpendapat adalah sebuah keniscayaan yang terjadi di dalam kehidupan ini. Sehingga perbedaan menjadi realitas yang biasa ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks pemahaman agama,  Salah satu aspek yang menyebabkan manusia berbeda pendapat adalah dalam memahami makna sumber hukum Islam, yaitu alquran.
Ketika perbedaan pendapat semakin meruncing dan menajam, kemungkinan lain yang akan muncul adalah terjadinya perpecahan anatara satu dengan yang lain. Jika menganalisis pertanyaan kritis  Kang Jalal atas sebuah realitas bahwa, benarkah perpecahan itu takdir.  Beliau melakukan refleksi terhadap ayat alquran di dalam quran surat Al-An’am 65 yang berbunyi:
ö@è% uqèd âÏŠ$s)ø9$# #n?tã br& y]yèö7tƒ öNä3øn=tæ $\/#xtã `ÏiB öNä3Ï%öqsù ÷rr& `ÏB ÏMøtrB öNä3Î=ã_ör& ÷rr& öNä3|¡Î6ù=tƒ $YèuÏ© t,ƒÉãƒur /ä3ŸÒ÷èt/ }¨ù't/ CÙ÷èt/ 3 öÝàR$# y#øx. ß$ÎhŽ|ÇçR ÏM»tƒFy$# öNßg¯=yès9 šcqßgs)øÿtƒ ÇÏÎÈ  
Artinya: “Katakanlah: " Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu. Atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti. Agar mereka memahami(nya)".[3]

 Menurut beliau ayat tersebut harus menjadi sumber intropeksi atas perilaku sosial manusia di dalam perbedaan pendapat sehingga menjadikan perpecahan di antara mereka. Di dalam ayat itu menunjukkan kemungkinan Allah menurunkan tiga macam azab kepada kaum Muslimin: (1) Azab dari atas kakimu (menurut Ibnu Abbas adalah kekejaman penguasa), (2) azab di bawah kakimu (menurut ibnu Abbas adalah, pemberontakan rakyat atau pengkhianatan anak buah) dan perpecahan umat dari berbagai golongan.[4]
Menurut beliau, terdapat sesuatu yang mustahil jika Allah swt. menakdirkan manusia selalu diperintah penguasa yang zalim, memiliki rakyat atau anak buah yang menjadi pemberontak atau mereka saling berpecah belah satu sama lain, jika tidak karena perilaku manusia itu sendiri yang menyebabkan hal itu terjadi. Dalam konteks ini, perpecahan lebih tepat di anggap sebagai azab dari Allah swt. karena azab itu terjadi akibat perbuatan manusia dan tentunya azab itu dapat diubah sesuai dengan perilaku manusia itu sendiri.[5]
Dalam konteks memahami makna alquran, multimakna dapat diartikan sebagai mengandung banyak makna atau pengertian di dalam menafsirkan satu ayat dalam alquran.
Mengenai multi makna di dalam alquran, erat kaitannya dengan corak penafsiran b-al ra’yi. Tafsir ini memiliki dasar yang kokoh dan argumen yang kuat, ia juga dapat diklasifikasikan dengan dua komponen:[6]
1.      Tafsir mahmud (terpuji) yakni interprestasi Alquran sesuai syara’, jauh dari kesesatan sejalan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta mengikuti kaidah-kaidah penafsiran.
2.      Tafsir mazmum (tercela) yakni interprestasi Alquran yang tidak sesuai dengan syara’ bertentangan dengan kaidah bahasa Arab atau dengan kata lain, interprestasi ini menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan pandangan subjektif tanpa pertimbangan lain yang objektif.
Dari penjelasan kedua poin di atas dapat dipahami bahwa multi makna di dalam alquran akan dapat ditemukan dalam kedua poin di atas. Dapat ditemukan makna-makna Alquran yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah syara’ dan ilmu tafsir dan sebaliknya. Dengan mengetahui kedua komponen tafsir bi-al ra’yi di atas, makna yang menyalahi aturan-aturan seharusnya dapat diketahui.





B.  Rahasia Alquran Berbahasa Arab
Alquran adalah kitab petunjuk yang membawa keselamatan bagi Muslim yang meyakininya serta menjalankannya di berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Dalam konteks wawasan pemikiran, Alquran merupakan kitab yang menghimpun ilmu dari berbagai disiplin-disiplin keilmuwan sehingga mempelajari dan meneliti Alquran secara bersungguh-sungguh dan konsisten, dapat dipastikan orang tersebut akan menjadi ilmuwan yang diakui kapasitas keilmuwannya. Dalam konteks moralitas. Alquran merupakan sumber perilaku (Akhlak) moral dan etika, mengenai apa yang pantas untuk dilakukan dan apa yang tidak pantas untuk dilakukan. Di dalam Alquran banyak kisah-kisah tentang perilaku kaum terdahulu baik yang terpuji (Kaum beriman) maupun tercela (kaum kufur). Dua realitas itu menjadi bahan bandingan pembacanya pada zaman ini untuk mengambil ibrah lalu kemudian diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari.
Quraisy Shihab menjelaskan kelebihan Alquran dari susunan kata dan kalimatnya  menyangkut beberapa aspek[7]:
1.      Nada dan langgamnya
Para pakar telah bahasa dan sastra telah meneliti kelebihan alquran dilihat dari nada dan langgamnya. Penelitian tersebut menunjukkan pengaruh psikologis pendengarnya dari nada dan langgamnya.
2.      Singkat dan padat
Kata dan kalimatnya singkat namun dapat menampung sekian banyak makna seperti berlian yang memancarkan cahaya di setiap sisinya. Jika dipandang dari satu sisi, sinar yang dipancarkanya akan berbeda jika dilihat dari sisi yang lain. Dalam konteks ini, lebih tepat dikaitkan dengan multi mkana di dalam alquran, sehingga dari sudt manapun, Alquran dapat mengandung berbagai makna yang dapat dijadikan pelajaran bagi yang membacanya serta mempelajarinya.
3.      Memuaskan para pemikir dan orang kebanyakan.
Jika membaca suatu artikel pasti akan menemukan ketidak puasan makna dari artikel tersebut. lain halnya dengan Alquran, seorang awam akan merasa puas dan memahami ayat-ayat Alquran sesuai dengan keterbatasannya, tetapi ayat yang sama dibaca oleh seorang filosof dapat dipahami dengan luas sesuai dengan tingkat keilmuwan yang dimilikinya.


4.      Memuaskan Akal dan Jiwa
Alquran menjelaskan ayatnya dengan berbagai gaya bahasa yang berbeda-beda. Jika bercerita tentang hukum, ia akan menjelaskan dengan tegas dan jelas, sementara di tempat lain di dalam Alquran melukiskan sebagai kebajikan, motivasi dengan ganjaran surga dan negara menimbulkan semangat kepada para pembacanya.
5.      Keindahan dan ketepatan maknanya
Tidak mudah menjelaskan keindahan bahasa Alquran bagi yang tidak memiliki rasa Bahasa Arab atau paling tidak pengetahuan tentang tata bahasanya. Namun jika dilihat dari kedua ayat berikut ini:

t,Åur tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿŸ2 4n<Î) tL©èygy_ #·tBã ( #Ó¨Lym #sŒÎ) $ydrâä!%y` ôMysÏGèù $ygç/ºuqö/r& tA$s%ur öNßgs9 !$pkçJtRtyz öNs9r& öNä3Ï?ù'tƒ ×@ßâ ö/ä3ZÏiB tbqè=÷Gtƒ öNä3øn=tæ ÏM»tƒ#uä öNä3În/u öNä3tRrâÉZãƒur uä!$s)Ï9 öNä3ÏBöqtƒ #x»yd 4 (#qä9$s% 4n?t/ ô`Å3»s9ur ôM¤)ym èpyJÎ=x. É>#xyèø9$# n?tã tûï͍Ïÿ»s3ø9$# ÇÐÊÈ  
Artinya: "orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan. sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Apakah belum pernah datang kepadamu Rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan Pertemuan dengan hari ini?" mereka menjawab: "Benar (telah datang)". tetapi telah pasti Berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir.”

Kemudian ayat 73 berbunyi:

t,Åur šúïÏ%©!$# (#öqs)¨?$# öNåk®5u n<Î) Ïp¨Zyfø9$# #·tBã ( #Ó¨Lym #sŒÎ) $ydrâä!%y` ôMysÏGèùur $ygç/ºuqö/r& tA$s%ur óOçlm; $pkçJtRtyz íN»n=y öNà6øn=tæ óOçFö7ÏÛ $ydqè=äz÷Š$$sù tûïÏ$Î#»yz ÇÐÌÈ  
Artinya: “ dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa ke dalam syurga berombong-rombongan (pula). sehingga apabila mereka sampai ke syurga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu! Maka masukilah syurga ini, sedang kamu kekal di dalamnya".


Jika ditinjau dari kedua ayat di atas masing-masing digambarkan dengan kalimat yang serupa kecuali nama kelompok mereka, tempat serta ucapan para malaikat penjaga surga dan neraka. Ada perbedaan kecil pada uraian tentang penghuni surga, yang seperti tidak perlu dicantumkan. Dengan penambahan huruf (wawu) pada kata  فُتِحَتْ  (futihat) untuk penghuni surga sehingga ayatnya berbunyi و (Wa Futihat), sedangkan huruf tersebut tidak terdapat dalam uraian tentang penghuni neraka. Apakah maksudnya, untuk menjelaskan hal tersebut, Quraisy Shihab lebih lanjut mengilustrasikannya seperti berikut:
“Jika anda mengahntarkan seorang penjahat ke penjara, atau tempat penyiksaan, ketika Anda sampai di pintu penjara, Anda akan menemukan pintu itu tertutup rapat. Ia baru dibuka apabila terpidana akan dimasukkan ke dalamnya. Ini berbeda dengan seorang yang Anda nantikan dan menghormati kehadirannya. Jauh sebelum tibanya, pintu gerbang telah terbuka lebar untuk menyambutnya, sehingga bukan seperti keadaan penjahat tadi”[8]

Untuk menggambarkan terbukanya pintu itu, ayat 73 tersebut menambahkan huruf wawu, sehingga memberikan makna tersendiri yang tidak terdapat pada uraian tentang penghuni neraka.[9]
Ungkapan As-Shalih[10] berikut ini yang mencoba melukiskan keindahan dalam irama Alquran yang siapa saja terlarut hanyut di dalamnya. Pernahkah menyaksikan warna yang lebih segar ketimbang keelokan wajah-wajah bahagia yang mengarahkan pandangannya kepada Allah swt. dan menyaksikan atau melihat warna yang lebih suram dari pada wajah celaka yang hitam pekat sebagaima firmannya di bawah ini:
×nqã_ãr 7Í´tBöqtƒ îouŽÅÑ$¯R ÇËËÈ   4n<Î) $pkÍh5u ×otÏß$tR ÇËÌÈ   ×nqã_ãrur ¥Í´tBöqtƒ ×ouŽÅ $t/ ÇËÍÈ   `Ýàs? br& Ÿ@yèøÿム$pkÍ5 ×otÏ%$sù ÇËÎÈ  
Artinya:  “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. kepada Tuhannyalah mereka melihat. dan Wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram,  mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang Amat dahsyat.”[11]

Kata berseri-seri نَاضِرَةٌ menerangkan keadaan orang yang berbahagia dengan pelukisan warna yang paling segar, sedangkan lafazh “Suram muram” بَاسِرَةٌ menerangkan orang yang celaka dengan pelukisan warna yang paling memuakkan. Pada saat mendengarkan huruf sin berulang-ulang, maka anda merasa seolah-olah sedang meresapi kesejukan bayangannya, atau merasakan istirah di dalam keringanan bunyi suaranya. Renungkan kembali firman Allah swt. dalam surah At-Takwir ayat ke- 15 hingga 18 berikut ini :
Ixsù ãNÅ¡ø%é& Ä§¨Zèƒø:$$Î/ ÇÊÎÈ   Í#uqpgø:$# Ä§¨Yä3ø9$# ÇÊÏÈ   È@ø©9$#ur #sŒÎ) }§yèó¡tã ÇÊÐÈ   Ëxö6Á9$#ur #sŒÎ) }§¤ÿuZs?  
Artinya: “sungguh, aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan terbenam, demi malam apabila telah hampir meninggalkan gelapnya, dan demi subuh apabila fajarnya mulai menyingsing.”[12]
Sebaliknya, anda akan merasakan getaran di dalam dada pada saat anda mendengar huruf “dal” didahului oleh huruf “ya” dalam lafazh yang mengisyaratkan peringatan keras, seperti huruf “dal” di dalam lafazh tahiid (lari mengelak) sebagaimana pengganti lafazh tabta’id (menjauhkan diri) sebagaimana di dalam ayat ke -19 surah Qaaf:
ôNuä!%y`ur äotõ3y ÏNöqyJø9$# Èd,ptø:$$Î/ ( y7Ï9ºsŒ $tB |MYä. çm÷ZÏB ßÏtrB ÇÊÒÈ  
Artinya: “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.”
  Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa keunikan Alquran bagi mereka yang memiliki kapasitas kemampuan bahasa Arab yang memadai akan kentara dan dipahami sebagai sebuah kemuliaan yang tidak terdapat di dalam kitab-kitab suci lainnya. Ia juga merupakan bukti sebagai kemukjizatan Allah dari segi teks yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai bukti kebenaran pesan-pesan Nubuwwah yang beliau sampaikan kepada ummatnya.
Ditinjau dari teks Alquran, huruf demi huruf merupakan mukjizat yang diberikan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw. al-Qarni menarasikan Qs. Al-Baqarah di bawah ini:
$O!9# ÇÊÈ   y7Ï9ºsŒ Ü=»tGÅ6ø9$# Ÿw |=÷ƒu ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`ŠÉ)­FßJù=Ïj9 ÇËÈ  
Artinya:  “Alif laam miin. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa
Huruf-huruf  tersebut ( Alif Laam miim) merupakan sebuah mukjizat yang menantang kepada para penyair dan sastrawan di Mekkah pada saat itu, setiap ummat diberikan kelebihan, Nabi Musa as. Diutus Allah swt. kepada kaum yang terkenal dengan sihirnya, maka Allah memberikan kepadanya tongkat yang melumpuhkan segala kekuatan yang mereka miliki. Nabi Isa as. Diutus Allah swt. di kalangan umat yang terkenal dengan ilmu kedokteran, sains dan teknologi, maka Allah swt. memberi kemampuan kepadanya untuk menyembuhkan orang buta dan bisu, Allah swt. juga memberikan kemampuan kepadanya untuk menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal dunia. Maka Allah swt. mengutus Nabi Muhammad  untuk menantang mereka para penyair dengan kemukjizatan Alquran dari segi redaksi dan ke indahan bahasa yang digunakan Alquran tersebut.[13]
Mukzijat para Nabi di turunkan oleh Allah swt secara komperhensif disesuaikan dengan kemampuan dan kelebihan umatnya ketika itu. Dalam konteks ini kesesuaian mukjizat dengan kondisi ummat yang komplit merupakan hal yang strategis dalam menjalankan visi kenabian para Rasul karena pendekatan pengalaman dan tingkah laku merupakan metode yang tepat jika ingin melakukan tansfer ilmu pengetahuan kepada orang lain di dalam dunia pendidikan.
Bahasa Arab itu adalah bahasa yang lengkap dalam arti memiliki kosa kata yang sangat banyak. Begitu juga untuk keadaan, hal atau situasi keadaan agak berbeda berbeda, misalnya sinonim kata yang menyatakan “tinggi” ada 60 buah, kata yang menyatakan “singa” ada 500 buah, kata yang menyatakan “madu” ada 80 buah, kata yang menyatakan jenis “pedang” ada 1000 buah dan yang menunjuk kepada “unta” ada 5.644 buah.[14]
 Demikian luasnya makna kata di dalam bahasa Arab sehingga ia merupan bahasa pilihan di dalam menyampaikan pesan wahyu dari Allah swt. firman Allah swt.
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& $ºRºuäöè% $wŠÎ/ttã öNä3¯=yè©9 šcqè=É)÷ès? ÇËÈ  
Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”[15]
Manna menuliskan:
 “Para ahli bahasa arab telah menekuni ilmu bahasa ini dengan segala variasinya sejak bahasa itu tumbuh sampai remaja dan mekar dan menjadi raksasa yang tegar dalam masa kemudaan nya. Mereka mengubah puisi dan perosa, kata-kata bijak masal dan tunduk pada aturan bayan dan diekspresikan dalam uslub-uslubnya yang memukau dalam gaya hakiki dan majasi, itnab dan i’zaj serta tutur dan ucapannya. Meskipun bahasa itu telah meningkat dan tinggi tetapi di hadapan Qur’an, dengan kemukjizatan bahasanya, ia menjadi pecahan-pecahan tunduk yang hormat dan takut terhadap uslub al-Qur’an.”[16]

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa bahasa Arab mempunyai struktur yang indah dan memiliki gaya tutur tersendiri yang membuat manusia tidak memiliki kemampuan untuk menirunya. Firman Allah swt:

bÎ)ur öNçFZà2 Îû 5=÷ƒu $£JÏiB $uZø9¨tR 4n?tã $tRÏö7tã (#qè?ù'sù ;ouqÝ¡Î/ `ÏiB ¾Ï&Î#÷VÏiB (#qãã÷Š$#ur Nä.uä!#yygä© `ÏiB Èbrߊ «!$# cÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇËÌÈ  
Artinya: “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”[17]

فَاتُوْا بِسُوْرَةٍ مِنْ مِثْلِهِ dalam tafsir Jalalain menjelaskan  maka buatlah sebuah surat yang sebanding dengannya dengan surat yang di wahyukan itu. Maksudnya di sini ialah untuk menjadi keterangan atau penjelasan, hingga artinya sebanding dengannya, baik dalam kedalaman makna maupun dalam keindahan susunan kata serta pemberitaan tentang hal-hal yang ghaib dan sebagainya. Yang dimaksud dengan “surat” ialah suatu susunan kalimat yang berfaedah yang mempunyai permulaan kesudahan dan sekurang-kurangnya terdiri dari tiga ayat.[18]
Pernah suatu ketika orang-orang kafir mendengar Rasulullah saw. melantunkan ayat-ayat suci Alquran. Mereka terpesona dan mengakui keindahan rangkaian kalimat dalam Alquran mereka pun akhirnya menutup kedua telinganya karena takut terpengaruh dengannya.[19]
Gambaran di atas menunjukkan keindahan teks Alquran sehingga masyarakat Jahiliyyah ketika itu menuduh Muhammad adalah penyihir, hal tersebut diabadikan di dalam Alquran:

(#þqç6Ågxur br& Mèduä!%y` ÖÉZB öNåk÷]ÏiB ( tA$s%ur tbrãÏÿ»s3ø9$# #x»yd ÖÅs»y ë>#¤x. ÇÍÈ  
Artinya: “Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (Rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: "Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta".[20]
Alquran mula diturunkan kepada bangsa Arab dalam bahasa Arab. Di zaman turunnya, bangsa Arab dalam hal perkembangan bahasa telah sampai pada tingkat yang tinggi sekali, terutama dalam sastra, baik puisi maupun prosa (manzhum dan Mantsur )Syair yang lulus di dalam sayembara bersyair telah digantungkan di dinding Ka’bah, dihormati dan dimuliakan, karena dipandang sebagai puncak keindahan bahasa. Namun setelah Alquran turun, setelah Alquran turun, diatasi segala perkembangan sastra itu, dibuatnya lemah bangsa Arab, ahli-ahli sastranya, untuk mendatangkan susunan kata dan arti seperti itu. [21]
Mustafa Shodiq Ar- Rofi’ie seorang sastrawan termasyhur mengatakan:
“Tuhan menurunkan Alquran dengan bahasa Arab ini dengan susunan tersendiri membuat orang tidak berdaya menirunya, baik susunan (ayat-ayatnya) yang pendek maupun panjang karena ia adalah pembersihan bahasa dari kotorannya.”[22]

Di dalam ayat dan ungkapan penyair di atas menggambarkan adanya tantangan oleh Allah swt. kepada para penyair dan ketidakmampuan mereka di dalam menandingi kemuliaan Alquran yang dipandang salah satu Mukjizat terbesar yang diberikan oleh Allah swt. kepada Rasulullah saw. untuk meneguhkan keimanan ummatnya pada saat itu, hari ini  dan untuk masa yang akan datang.
Hamka berpendapat bahwa Alquran itu bukan hanya semata-mata pada maknanya saja, melainkan mencakup makna dan lafazh. Sebab itu terdapat beberapa ayat di dalam Alquran yang dengan tegas menyatakan sifat Alquran itu Arabi. Ayat ketiga dari surah 14 dengan tegas menyebut Qur’anan ‘Arabiyan, artinya Alquran yang berbahasa Arab. Oleh karena itu tidak ada Alquran dengan bahasa lain jika Alquran diterjemahkan dengan bahasa lain, disebut dengan terjemahan Alquran. [23]
  Landasan teologis tersebut cukup untuk menjadikan dasar bahwa Alquran merupakan kitab suci yang menggunakan bahasa Arab sebagai penghantar imformasi isi-isi kandungannya kepada manusia.


C. Makna Asal (al- wadh’u), makna yang selalu digunakan (al- isti’mal), Kemungkinan makna lain (al-hamlu)
Jika terdapat ayat yang turun karena sebab yang khusus, sedangkan lafazh yang terdapat dalam ayat tersebut bersifat umum, maka hukum yang diambil adalah mengacu kepada keumuman lafazh bukan pada kekhususan sebab. Atau dengan kata lain adalah bahwa dalil Alquran yang menjadi acuan hukum adalah bukan mengacu pada kekhususan sebab atau kejadian yang menjadi penyebab diturunkannya ayat itu itu tetapi mengacu kepada keumuman lafazh ayat tersebut.[24]
Penjelasan tersebut menginsyaratkan bahwa makna asal (al-wadh’u) dapat mengacu kepada lafazh yang umum walau ada sebab-sebab tertentu yang mengiringi pengertian lafazh tersebut dalam mecari penafsirannya.
Sementara yang dimaksud dengan makna yang selalu digunakan di dalam alQuran berarti makna yang sama berulang kali disebutkan di dalam Alquran seperti di dalam Quran surat Ar-rahman :
Ädr'Î6sù ÏäIw#uä $yJä3În/u Èb$t/Éjs3è? ÇÊÌÈ    
Artinya:  Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Ayat ini disebutkan sebanyak tiga puluh satu kali di dalam Alquran . Istifham atau kata tanya yang terdapat di dalam ayat ini mengandung makna Taqrir atau menetapkan, demikian itu karena ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Hakim melalui Jabir ra. Yang telah menceritakan bahwa Rasulullah saw. membacakan kepada kami surat ar-Rahman hingga selesai kemudian beliau bersabda: “Mengapa kalian diam saja? Sungguh Jin lebih baik jawabannya dari pada kalian. Karena sesungguhnya tiada sekali-kali aku bacakan kepada mereka ayat ini: “maka manakah nikmat-nikmat Tuhan kamu berdua yang kamu dustakan?”(Qs. Ar-Rahman:13) melainkan mereka menjawabnya: “wahai Tuhan kami, tiada satupun nikmat-MU yang kami dustakan, bagi-MU segala puji”. [25]
Di dalam penjelasan di atas kalimat yang diulang-ulang beberapa kali di dalam satu surah merupakan bukti penegasan kepada kaum Muslimin bahwa manusia senantiasa harus merasa bersyukur kepada Allah swt. yang telah memberikan begitu banyak anugrah kepada manusia selama hidupnya di dalam dunia ini. Sehingga kalimat pertanyaan sekaligus penegasan kepada manusia buntuk terus merasa bahwa ia harus selalu senantiasa tetap dalam keadaan bersyukur dan taat kepada Allah swt. dengan bukti menjalankan perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
Di takhrij oleh Hafizhan bi Abi Hatim dan Baihaqi dari Dailani, bahwa Umar bin Khattab hendak merajam seorang wanita karena wanita itu mengandung selama 6 bulan. Hal ini kemudian didengar oleh Ali. Ali kemudian berkata, wanita itu jangan dirajam. Hal itu kemudian didengar oleh Umar dan ia pun mengutus seseorang untuk bertanya kepada Ali. Ali kemudian berkata, “Allah pernah berfirman, para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh... (Qs. Al-Baqarah: 23). Allah juga berfirman: ...mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan (Qs. Al-Ahqaf: 15). Maksudnya adalah mengandung selama enam bulan dan menyusunya selama dua tahun. Jika keduanya digabungkan, maka akan menjadi tiga puluh bulan. Maka lepaskanlah ia,( wanita itu)”. Imam Ali menafsirkan lamanya kehamilan selama enam bulan didasarkan penafsirannya terhadap ayat lain, yang menyatakan bahwa lamanya waktu menyusui bayi adalah dua tahun.[26]
Contoh di atas merupakan kemungkinan makna lain (al- Hamlu) yang timbul pada surah lain sehingga menafsirkan satu surah juga harus mempertimbangkan surah yang lain di dalam al-Quran yang mengandung dari maksud lain alquran itu sendiri.












Kesimpulan
Multi makna di dalam Alquran mengandung pengertian bahwa satu ayat di dalam Alquran mengandung beberapa pengertian dan penafsiran sehingga beberapa ulama ditemukan berbeda di dalam menafsirkan satu ayat di dalam Alquran.
Alquran diturunkan di dalam bahasa Arab memberikan pemahaman kepada manusia bahwa pada zaman Pra Islam bangsa Arab mendapati predikat yang tertinggi dari bangsa lain di bidang bahasa dan sastra ditandai dengan munculnya para penyair-penyair yang piawai di dalam bersyair sehingga Alquran di turunkan di tengah kaum Jahiliyah untuk menandingi kehebatan para penyair ketika itu.
Makna asal di dalam Alquran merupakan makna yang belum mendapat perubahan dari pendapat para mufasir, bahkan menurut hakim, satu ayat di dalam Alquran dapat juga memiliki Asbabun Nuzul yang berbeda jika ayat itu juga ditemukan di dalam surat yang lain. Kemungkinan makna lain akan dapat terjadi seiring perkembangan penafsiran di dalam kurun waktu dan zaman mengalami perubahan dan kemajuan.














DAFTAR PUSTAKA
al-Qarny, Aidh Abdullah. 2013. Jangan Takut Hadapi Hidup (Terjemahan). Jakarta: Cakrawala Publishing.

As-Shalih, Subhi. 1995. Membahas Ilmu-ilmu Alquran. (Terjemahan). Jakarta: Tim Pustaka Firdaus
Al-Qatan, Manna.  Studi ilmu-ilmu al-Qur’an. Surabaya: CV.rasma putra.
Chaer, Abd.2014. Berkenalan dengan Alquran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamka.2015. Juz ‘Amma Tasir Al-Azhar. Depok: Gema Insani.

Hakim, M. Baqir. 2006. Ulumul quran (terjemahan). Jakarta: Al-Huda.

Imam Jalaluddi al- Mahalli, Jalaluddin As-Suyuti. 2016. Tafsir Jalalain (Terjemahan). Bandung: Sinar Baru Algensindo

Izutsu, Toshihiko.2002. God And Man In the Quran. Malaysia: Islamic Book Trust.

Rakhmat, Jalaluddin.1996. Islam Aktual: Refleksi Sosial Cendekiawan Muslim ,Bandung: Mizan

Shihab, M. Quraish. 2007. Mukjizat Alquran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib.Bandung: PT. MIZAN Anggota IKAPI.

Shihab, Umar.2005. Kontekstualitas Alquran: Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum dalam Alquran. Jakarta: Permadani.

Zuhri, H. Ahmad. 2007. Risalah Tafsir: Berinteraksi dengan Alquran versi Imam Al-Ghazali. Bandung: Cipta Pustaka Media.









[1] Toshihiko Izutsu.2002. God And Man In the Quran. Malaysia: Islamic Book Trust. h.1
[2] H. Ahmad Zuhri. 2007. Risalah Tafsir: Berinteraksi dengan Alquran versi Imam Al-Ghazali. Bandung: Cipta Pustaka Media.h. 8
[3] Qs. Al-An’am :65
[4] Jalaluddin rakhmat.1996. Islam Aktual: Refleksi Sosial Cendekiawan Muslim ,Bandung: Mizan. h .26-27
[5] Ibid
[6] Umar Shihab.2005. Kontekstualitas Alquran: Kajian Tematik Atas Ayat-ayat Hukum dalam Alquran. Jakarta: Permadani. h. 259
[7] M. Quraish Shihab. 2007. Mukjizat Alquran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib.Bandung: PT. MIZAn Anggota IKAPI. h. 122-136
[8] Ibid, h. 138
[9] ibid
[10] Subhi As-Shalih. 1995. Membahas Ilmu-ilmu Alquran. (Terjemahan). Jakarta: Tim Pustaka Firdaus. h.  448-449
[11] Qs. Al-Qiyaamah :22-25
[12] Qs. At-Takwir: 15-18
[13] ‘Aidh Abdullah al-Qarny. 2013. Jangan Takut Hadapi Hidup (Terjemahan). Jakarta: Cakrawala Publishing. h.  22-23
[14] Abd. Chaer.2014. Berkenalan dengan Alquran. Jakarta: Rineka Cipta. h. 28-29
[15] Qs. Yusuf : 2
[16] Manna Al-Qatan.  Studi ilmu-ilmu al-Qur’an. Surabaya: CV.rasma putra. h. 379
[17] Qs. Al-Baqarah: 23
[18] Imam Jalaluddi al- Mahalli, Jalaluddin As-Suyuti. 2016. Tafsir Jalalain (Terjemahan). Bandung: Sinar Baru Algensindo. h. 12
[19] ‘Aid Al-Qarny. ,....h. 23
[20] Qs. Shad: 4
[21] Hamka.2015. Juz ‘Amma Tasir Al-Azhar. Depok: Gema Insani. h. 13
[22] Abd Chaer.,... h. 29
[23] Hamka.,....... h. 21
[24] M. Baqir Hakim. 2006. Ulumul quran (terjemahan). Jakarta: Al-Huda. h. 45
[25] Jalaluddin ,.....h. 986
[26] Baqir,.....h. 414